SUMUT – Pendidikan di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius akibat pesatnya perkembangan teknologi. Sebagai guru yang langsung terlibat di lapangan, penulis menyaksikan dampak dari perubahan ini. Tanpa penyesuaian yang tepat, kualitas pendidikan nasional berisiko mengalami penurunan.
Tantangan Pendidikan yang Ketinggalan Zaman
Dalam era Revolusi Industri 4.0, sistem pendidikan tidak dapat lagi mengandalkan metode pengajaran tradisional. Menurut Digital Report 2021, masyarakat Indonesia menghabiskan lebih dari 8 jam per hari di internet. Namun, banyak kelas yang masih menggunakan metode monoton dan tidak memanfaatkan teknologi secara optimal. Akibatnya, siswa merasa bosan dan kurang termotivasi, karena materi yang diajarkan tidak relevan dengan kehidupan mereka.
Jika pendidikan tidak segera beradaptasi, kita berisiko menghadapi krisis pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan harus mampu mentransfer ilmu sekaligus membentuk karakter dan kecerdasan emosional siswa. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih modern dan relevan.
Cybergogy: Solusi untuk Pendidikan Modern
Cybergogy, yang diperkenalkan oleh Wang dan Kang pada tahun 2006, merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan. Pendekatan ini tidak hanya menggunakan teknologi sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sarana interaktif yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar. Melalui teknologi, siswa dapat belajar mandiri, berkolaborasi, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Para pendidik di Indonesia perlu menguasai keterampilan cybergogy. Ini bukan hanya pilihan, tetapi suatu kebutuhan. Penguasaan teknologi harus diimbangi dengan kemampuan merancang pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif.
Transformasi Pendidikan Melalui Cybergogy dan Peeragogy
Transformasi pendidikan memerlukan lebih dari sekadar pelatihan teknis bagi guru. Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran sangat penting. Pendekatan peeragogy, yang menekankan kolaborasi antara siswa dan guru, dapat diintegrasikan dengan cybergogy. Dengan cara ini, siswa didorong untuk saling belajar dan memecahkan masalah bersama.
Perubahan ini memerlukan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, dan pendidik. Pengadaan infrastruktur teknologi, pelatihan mendalam bagi guru, dan kurikulum yang relevan harus menjadi prioritas utama.
Menuju Generasi Futuristik
Cybergogy bukan sekadar penggunaan teknologi, tetapi tentang membentuk generasi yang berpikir kritis, kreatif, dan memiliki kecerdasan emosional. Dengan memadukan cybergogy dan peeragogy, kita dapat melahirkan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Sebagai guru, penulis merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi pada transformasi ini. Pendidikan Indonesia perlu mempersiapkan siswa dengan pengetahuan akademis serta keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat global.
Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia berada di titik kritis, di mana perubahan tidak bisa ditunda lagi. Dengan menerapkan cybergogy, penulis yakin pendidikan Indonesia dapat melangkah maju dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi bangsa.
……Tentang Penulis: Muttaqin Kholis Ali adalah Guru Informatika di SMA Negeri 1 Tambangan dan penulis berbagai buku serta artikel ilmiah. Ia juga aktif sebagai instruktur pelatihan inovasi pembelajaran menggunakan Teknologi Informasi di Sumatera Utara.
***
*) Oleh Muttaqin Kholis Ali, Guru Informatika di SMA Negeri 1 Tambangan, Kab. Mandailing Natal, Sumatera Utara
*) Tulisan opini ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab Dinamika Pos.
*) Rubrik opini di Dinamika Pos terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.
*) Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.