DINAMIKAPOS.COM, OPINI – Pernahkah kalian menemukan tempat makan yang bertuliskan “No Pork, No Lard”, tetapi belum bersertifikasi halal? Jika pernah menemukan ini, maka sebagai calon konsumen sebaiknya mengecek juga bahan di luar bahan utama makanan, seperti bahan tambahan racikan pada makanan yang dijual.
Pertanyaan selanjutnya yang harus ditanyakan calon konsumen kepada penjual adalah apakah terdapat tambahan bahan haram dalam sajian makanan. Contohnya pada tempat makan yang menjual olahan mi, walaupun sudah tertulis mi tersebut bebas dari babi, tetap konsumen juga harus menanyakan hal seperti, “Apakah mi ini pakai angciu?” karena angciu umum digunakan dalam beberapa olahan masakan mi, terutama masakan yang bercitra rasa Chinese food. Angciu yang merupakan fermentasi ketan hitam, angkak, dan rempah-rempah ini berguna sebagai penyedap masakan. Angciu adalah bahan yang haram dikonsumsi Muslim karena mengandung alkohol fermentasi di atas 0,5% (di atas batas halal alkohol fermentasi dalam makanan).
Contoh lain, misalnya konsumen akan makan di tempat makan yang menawarkan roti atau produk bakery yang belum tersertifikasi halal. Calon konsumen tersebut bisa menanyakan, “Apakah roti ini mengandung rhum?” Sama halnya dengan menanyakan, “Apakah es krim ini mengandung gelatin babi?” pada penjual es krim yang belum tersertifikasi halal. Belum lagi, konsumen juga harus mengetahui secara pasti bahwa proses pengolahan produk tersebut tidak tercampur dengan bahan haram atau najis. Walaupun hal ini dapat dilakukan dengan mengamati menu dan memilih menghindari tempat makan yang masih memproduksi produk halal dan haram dalam satu alat masakan yang sama, namun beberapa tempat makan melakukan pengolahan di dapur tertutup yang jauh dari pandangan konsumen.
Di sisi lain, calon konsumen juga harus mengetahui titik kritis halal setiap makanan yang belum memiliki sertifikat halal untuk antisipasi. Tentu hal ini dianggap sedikit merepotkan bagi sebagian konsumen modern Muslim sehingga mayoritas dari mereka lebih memilih makan di tempat makan yang sudah jelas memiliki sertifikat halal. Fakta lapangan ini tentu sewajarnya menjadi motivasi kuat bagi pelaku usaha makanan/minuman halal yang belum memiliki sertifikat halal untuk segera melakukan sertifikasi halal produknya. Ditambah pula, dewasa ini akses sertifikasi halal semakin terfasilitasi oleh pemerintah. Bahkan, selain terdapat jalur self-declare yang gratis biaya, pemerintah melalui BPJPH juga melakukan kerja sama dengan LP3H untuk terus menghadirkan tenaga Pendamping Proses Produksi Halal (P3H) yang tersebar di berbagai daerah dan siap membantu secara langsung pelaku usaha mikro dan kecil untuk mendapatkan sertifikat halal.
Akhir kata, tidak ada yang dirugikan dalam permohonan sertifikasi halal, baik dari pihak pelaku usaha maupun konsumen akan sama-sama diuntungkan. Konsumen akan dapat kemudahan dalam mendeteksi produk halal dan pelaku usaha memiliki nilai daya tarik pada produknya yang jelas akan kehalalannya. Dan bagi pelaku usaha yang memproduksi produk non-halal juga dapat melampirkan keterangan tidak halal pada tempat makan atau produknya untuk antisipasi konsumen Muslim sekaligus petunjuk bagi konsumen yang diperbolehkan menikmati produknya. Dengan demikian, akan tercipta harmoni dalam keberagaman dan toleransi masyarakat yang tercermin dari sebuah makanan.
Stay halal!
**Opini Ditulis oleh Alivia Fitriani Hilmi