DINAMIKAPOS.COM, OPINI – Pengelolaan keuangan sektor publik terus mendapat perhatian karena kaitannya langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas sistem akuntansi sektor publik kini menjadi prioritas banyak negara, termasuk Indonesia. Sistem akuntansi yang efisien penting untuk memastikan bahwa anggaran nasional dikelola dengan baik, kebutuhan masyarakat terpenuhi, dan korupsi diberantas.

Indonesia telah mengadopsi sistem akuntansi akrual sejak tahun 2010 melalui Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan. Sistem ini mempunyai keunggulan dibandingkan sistem kas dalam memberikan informasi lengkap mengenai aset dan kewajiban pemerintah. Penerapan akuntansi akrual diharapkan dapat menciptakan akuntabilitas dan meningkatkan transparansi.

Namun, penerapan sistem akuntansi ini masih menghadapi banyak kendala. Penelitian yang dilakukan (Satya, 2020) menemukan bahwa penerapan sistem akuntansi akrual dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti komitmen pemimpin, peraturan, teknologi informasi, dan sumber daya manusia. Fakta membuktikan bahwa keempat determinan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap penerapan sistem akuntansi akrual yang dilakukan pemerintah.

Namun di antara keempat faktor tersebut, komitmen kepemimpinanlah yang menjadi faktor penentunya. Sementara itu, kendala penerapan sistem ini adalah kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang berkualitas khususnya di bidang akuntansi. Selain itu, kurangnya integrasi sistem aplikasi yang digunakan juga menjadi permasalahan tersendiri.

Pada saat yang sama, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, teknologi telah menjadi bagian integral dari akuntansi sektor publik. Laporan International Federation of Accountants (IFAC, 2022) menunjukkan bahwa penerapan sistem dan teknologi berbasis cloud seperti blockchain mempercepat proses pelaporan dan mengurangi risiko manipulasi data. (Sharma, 2023) mencatat bahwa blockchain, yang telah digunakan di beberapa negara Eropa, memberikan transparansi yang lebih besar pada transaksi sektor publik dan mencegah perubahan data secara sepihak. Menurut penelitian terbaru yang dilakukan (Zhang, 2024), “Blockchain dapat memungkinkan sistem akuntansi sektor publik yang lebih aman dan tepercaya sekaligus mengurangi biaya operasional jangka panjang.”

Penguatan kemampuan regulasi juga diperlukan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan dalam laporan tahunannya bahwa berbagai kasus penyimpangan anggaran terjadi karena lemahnya pengendalian internal di pemerintah daerah (BPK, 2023). Menurut penelitian yang dilakukan (Handayani, 2023), pengawasan internal yang baik mampu menurunkan tingkat ketidakpatuhan hingga 30% di beberapa pemerintah daerah yang mereka teliti.

Kendala lain yang sering dihadapi adalah mahalnya biaya pelatihan teknis dan sumber daya manusia. Economist Intelligence Unit (2024) melaporkan bahwa negara-negara berkembang seringkali kesulitan mengalokasikan anggaran untuk pembaruan sistem akuntansi dan pelatihan sumber daya manusia. Kemitraan publik-swasta dapat menjadi solusi, sebagaimana disampaikan oleh (Dewi, 2023) yang meyakini bahwa kolaborasi tersebut dapat mempercepat adopsi teknologi sekaligus mengurangi biaya.

Singkatnya, reformasi sistem akuntansi sektor publik memerlukan pendekatan yang komprehensif. Selain penerapan teknologi dan pelatihan, membangun budaya etika dan integritas di kalangan pejabat publik juga penting untuk mencegah korupsi dan meningkatkan kepercayaan publik. Transformasi ini tidak hanya sekadar persoalan teknis namun juga soal membangun nilai-nilai etika yang kuat di sektor publik.

 

 

***

 

*) Opini ditulis oleh Cici Kusumawarti, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

*) Tulisan opini ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab Dinamika Pos.

*) Rubrik opini di Dinamika Pos terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

*) Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.