DINAMIKAPOS.COM, OPINI – Kasus fraud di Indonesia, berdasarkan rilis Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Asia-Pacific Occupational Fraud 2022, Indonesia berada di peringkat ke-4 sebagai negara dengan jumlah fraud terbanyak, dengan kerugian terbesar mencapai Rp 242,26 miliar, tercatat sebanyak 23 kasus. Fraud terbesar di Indonesia adalah korupsi (64%), penyalahgunaan aset/ kekayaan negara & perusahaan (28,9%), dan fraud laporan keuangan (6,7%) (ACFE Indonesia, Survei Fraud Indonesia, 2019).

Meskipun persentase kasus laporan keuangan relatif sedikit, namun kerugian yang ditimbulkan cukup besar, rata-rata di atas sepuluh miliar rupiah. Survei Association of Certified Fraud Examiners & Association of Certified Fraud Examiners menyatakan total kerugian akibat kasus fraud di Indonesia pada tahun 2019 adalah Rp 873,43 juta, dengan rata-rata per kasus lebih dari Rp 7 juta dan sekitar 38,5% kasusnya adalah peliputan dengan kerugian lebih dari Rp 1 juta. Kasus peliputan laporan keuangan (fraudulent financial statements) (ACFE Indonesia, Survei Fraud Indonesia, 2019).

Fraud di Indonesia merupakan masalah yang sangat penting, karena dapat merusak integritas sistem keuangan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap laporan keuangan suatu perusahaan. Dalam hal ini, penting bagi perusahaan dan lembaga keuangan untuk menerapkan sistem kontrol internal yang kuat guna mencegah fraud. Peraturan seperti Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengharuskan perusahaan untuk menyusun laporan keuangan yang transparan dan akurat, yang bisa membantu mengidentifikasi penyimpangan sejak dini. Selain itu, Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 juga mengedepankan pentingnya penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi dan penyelewengan, termasuk dalam dunia akuntansi.

Peran auditor, baik yang bersifat eksternal maupun internal, sangat penting untuk mendeteksi fraud. Namun, fraud yang melibatkan kolusi antara pihak internal dan eksternal bisa sangat sulit terdeteksi. Inilah mengapa Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sangat penting, karena auditor harus menjaga objektivitas dan independensi dalam memberikan opini terhadap laporan keuangan. Tidak hanya itu, dengan kemajuan teknologi, kini semakin banyak perusahaan yang mengadopsi alat seperti data analytics dan artificial intelligence (AI) untuk mendeteksi pola fraud yang lebih kompleks. Ini juga semakin diterapkan oleh berbagai perusahaan besar di Indonesia (Bappenas, 2021).

Pengawasan dari lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sangat vital. OJK memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi lembaga keuangan di Indonesia, memastikan bahwa mereka mematuhi aturan yang berlaku dan meminimalkan risiko fraud yang dapat merugikan masyarakat dan investor.

Harapan saya untuk Indonesia adalah semoga sistem pengendalian internal dan transparansi keuangan semakin diperkuat di semua sektor, baik pemerintah maupun swasta. Diharapkan perusahaan dan lembaga keuangan lebih proaktif dalam menerapkan prinsip akuntansi yang jujur dan akurat, serta memanfaatkan teknologi canggih seperti data analytics dan artificial intelligence (AI) untuk mendeteksi fraud dengan lebih efektif. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran tentang etika dalam profesi akuntansi, baik di kalangan akuntan, auditor, maupun manajer, agar praktik penipuan yang merugikan banyak pihak bisa diminimalisir.

Saya juga mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah Indonesia dalam memperkuat regulasi dan pengawasan sektor keuangan. Peran lembaga pengawas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang semakin tegas dalam menegakkan hukum dan memberikan sanksi bagi praktik fraud patut diacungi jempol. Dengan kebijakan yang semakin baik dan komitmen untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih transparan, Indonesia dapat terus maju menuju perekonomian yang lebih sehat dan berkelanjutan, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan dan pasar modal.

 

 

***

 

*) Opini Ditulis oleh Deliana Octa Wahyu Tungga Dewi, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

*) Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab Dinamika Pos.

*) Rubrik opini di Dinamika Pos terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

*) Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.