DINAMIKAPOS.COM, OPINI – Hak ulayat merupakan sebuah konsep fundamental dalam sistem hukum adat Indonesia yang mengatur hubungan antara masyarakat adat dengan tanah dan sumber daya alam di wilayahnya. Di Kecamatan Bukit Santuai, Kabupaten Kotawaringin Timur, implementasi teori hak ulayat menjadi sangat krusial dalam penyelesaian berbagai sengketa tanah yang terjadi. Sebagaimana dikemukakan oleh Haar (1981), hak ulayat adalah hak dari persekutuan hukum adat untuk menggunakan dengan bebas tanah-tanah yang masih merupakan hutan belukar dalam lingkungan wilayahnya, guna kepentingan persekutuan hukum itu sendiri dan anggota-anggotanya.

Kecamatan Bukit Santuai dalam penerapan teori hak ulayat tidak dapat dipisahkan dari eksistensi masyarakat Dayak sebagai komunitas adat yang telah mendiami wilayah tersebut secara turun-temurun. Harsono (2008) menegaskan bahwa pengakuan terhadap hak ulayat dibatasi pada dua hal, yakni mengenai eksistensi dan pelaksanaannya. Implementasi teori ini melibatkan berbagai aspek kompleks yang mencakup sistem nilai, struktur sosial dan mekanisme penyelesaian konflik yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat setempat.

Proses penyelesaian sengketa tanah di Bukit Santuai mengadopsi pendekatan yang mengintegrasikan hukum adat dengan sistem hukum formal. Hal ini sejalan dengan pandangan Bakri (2007) yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa tanah ulayat harus memperhatikan aspek yuridis formal dan aspek sosial kemasyarakatan. Dalam praktiknya, peran damang kepala adat sebagai pemimpin adat menjadi sangat vital dalam memediasi konflik dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.

Implementasi dan Tantangan

Implementasi teori hak ulayat di wilayah ini menghadapi berbagai tantangan kontemporer, terutama terkait dengan modernisasi dan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Sumardjono (2009), bahwa dinamika masyarakat telah membawa perubahan terhadap eksistensi hak ulayat, namun pada beberapa daerah masih diakui keberadaannya. Hal ini terlihat dari munculnya berbagai konflik kepentingan antara masyarakat adat, pemerintah, dan pelaku usaha yang beroperasi di wilayah tersebut.

Penguatan kelembagaan adat dan harmonisasi dengan sistem hukum nasional menjadi kunci dalam optimalisasi implementasi teori hak ulayat. Soekanto (2005) berpendapat bahwa efektivitas hukum adat dalam penyelesaian sengketa sangat tergantung pada kekuatan dan legitimasi lembaga adat yang ada. Upaya penguatan ini dilakukan di Bukit Santuai melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat adat dan peningkatan kapasitas lembaga adat dalam menangani sengketa tanah.

Sistem monitoring dan evaluasi yang komprehensif diperlukan untuk memastikan efektivitas implementasi teori hak ulayat. Sebagaimana dikemukakan oleh Simarmata (2006), bahwa pengawasan berkelanjutan terhadap pelaksanaan hak ulayat merupakan hal yang vital untuk menjamin keberlanjutan sistem pengelolaan tanah adat. Hal ini mencakup pemantauan regular terhadap kesepakatan yang telah dicapai dan evaluasi dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.

Kesimpulan

Implementasi teori hak ulayat dalam penyelesaian sengketa tanah di Kecamatan Bukit Santuai, Kabupaten Kotawaringin Timur, mencerminkan integrasi kompleks antara hukum adat dan sistem hukum nasional yang berlandaskan pada beberapa asas hukum fundamental. Merujuk pada teori hak ulayat yang merupakan manifestasi dari beschikkingsrecht atau hak pertuanan yang melekat pada masyarakat hukum adat, dimana implementasinya harus sejalan dengan asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.

Lebih lanjut, implementasi penyelesaian sengketa tanah di kecamatan Bukit Santuai mengakomodasi asas musyawarah mufakat sebagai manifestasi dari prinsip keadilan restoratif, yang bertujuan memulihkan keseimbangan sosial melalui pendekatan kearifan lokal. Berdasarkan analisis terhadap implementasi teori dan asas hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa tanah di Kecamatan Bukit Santuai telah mencerminkan harmonisasi antara sistem hukum adat dan hukum nasional, dengan tetap menjunjung tinggi asas-asas hukum universal seperti kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.

Keberhasilan implementasi ini tidak terlepas dari peran aktif lembaga adat, pemerintah dan masyarakat dalam mengupayakan penyelesaian yang komprehensif dan berkelanjutan, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Secara teoritis, implementasi ini memperkuat tesis bahwa pluralisme hukum dapat berjalan efektif dalam penyelesaian sengketa tanah, selama terdapat keseimbangan antara pengakuan terhadap hak ulayat dan pemenuhan asas-asas hukum.

Rekomendasi ke depan, diperlukan penguatan kelembagaan adat dan harmonisasi regulasi yang lebih komprehensif untuk mengoptimalkan implementasi teori hak ulayat dalam penyelesaian sengketa tanah, dengan tetap berpegang pada asas-asas hukum universal dan nilai-nilai kearifan lokal yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Kecamatan Bukit Santuai.

 

 

***

 

*) Opini Ditulis oleh Saniel, Konsultan Humas, PT. Agro Wana Lestari.

*) Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab Dinamika Pos.

*) Rubrik opini di Dinamika Pos terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

*) Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.