Bengkulu – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan setelah melakukan operasi terhadap calon gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, pada Sabtu malam (23/11/2024), di tengah masa tenang Pilkada. Langkah ini menuai kritik dari sejumlah pihak, termasuk Relawan Mentari Muda Bengkulu yang menilai tindakan tersebut sarat dengan muatan politik.

Kritik terhadap Waktu Pelaksanaan

Koordinator Relawan Mentari Muda Bengkulu, Kasrul Pardede, mempertanyakan motif di balik operasi yang dilakukan pada akhir pekan dan di masa tenang tahapan Pilkada. Menurutnya, tindakan ini tidak hanya mengganggu proses demokrasi, tetapi juga menciptakan kesan bahwa KPK bertindak berdasarkan pesanan.

“Apalagi di hari libur. Jelas, ini kental sekali muatan politiknya. Kami menduga KPK menjadi lembaga penerima orderan kasus dari kelompok tertentu,” ujar Kasrul, Minggu (24/11/2024).

Kasrul menambahkan bahwa tugas dan wewenang dalam proses Pilkada telah jelas dibagi. KPU bertanggung jawab sebagai penyelenggara, Bawaslu sebagai pengawas, dan Gakkumdu untuk penegakan hukum. Ia mempertanyakan posisi KPK dalam konteks ini.

“Nah, posisi KPK dalam Pilkada sebagai apa? Jangan jadi lembaga kriminalisasi terhadap paslon dan perusak proses demokrasi,” tegasnya.

Dampak terhadap Proses Demokrasi

Menurut Kasrul, tindakan KPK di masa tenang telah menciderai demokrasi di Bengkulu. Ia menyebut bahwa Rohidin, yang baru saja kembali menjabat sebagai gubernur definitif setelah cuti kampanye, seharusnya diberikan ruang untuk fokus pada Pilkada tanpa gangguan hukum yang bersifat mendadak.

“Peristiwa politik ini menjadi sejarah buruk bagi demokrasi dan penegakan hukum. KPK tidak berkomitmen dengan apa yang ia ucapkan,” katanya.

Kasrul juga menyoroti pernyataan sebelumnya dari KPK yang menyebut bahwa proses hukum terhadap calon Pilkada akan ditunda selama tahapan pemilu berlangsung, kecuali bagi kandidat yang telah berstatus tersangka sebelum mendaftar ke KPU.

Kritik terhadap Fokus Prioritas KPK

Lebih lanjut, Kasrul mempertanyakan fokus kerja KPK yang dinilainya kurang optimal dalam menangani kasus-kasus korupsi berskala besar di tingkat nasional. “Masih banyak kasus korupsi besar di republik ini yang belum selesai oleh KPK. Bengkulu ini hanya provinsi kecil, tetapi memiliki sejarah historis,” pungkasnya.