DINAMIKAPOS.COM, OPINI – Maraknya pinjaman online (pinjol) di Indonesia telah menciptakan dilema baru dalam perlindungan konsumen. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada desember 2023, terdapat 358 platform pinjol legal dan ribuan platform ilegal yang beroperasi di Indonesia. Fenomena ini menuntut adanya kepastian hukum yang kuat untuk melindungi kepentingan konsumen dari praktik-praktik predatori dan penyalahgunaan data pribadi.
Kepastian hukum dalam industri financial technology (fintech), khususnya pinjaman online, menjadi fondasi utama dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang sehat dan terpercaya. Sebagaimana dikemukakan oleh Surahmad (2022), Asas kepastian hukum merupakan instrumen vital dalam memberikan jaminan perlindungan bagi konsumen fintech lending, terutama dalam aspek transparansi dan akuntabilitas platform penyedia layanan.
Implementasi asas kepastian hukum dalam perlindungan konsumen pinjol mencakup beberapa aspek krusial. Pertama, regulasi yang jelas mengenai persyaratan perizinan dan operasional platform pinjol. Kedua, mekanisme pengawasan yang efektif dari otoritas terkait. Ketiga, standarisasi praktik bisnis yang mengedepankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Wijaya (2023) yang menekankan bahwa kerangka regulasi yang komprehensif merupakan prasyarat mutlak dalam menciptakan industri pinjaman online yang berkelanjutan.
Tantangan dalam penegakan asas kepastian hukum semakin kompleks dengan hadirnya berbagai modus operandi baru dalam praktik pinjol ilegal. Menurut penelitian Kusuma (2023), perkembangan teknologi yang pesat memerlukan adaptasi regulasi yang dinamis untuk mengantisipasi celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara regulator, pelaku industri dan masyarakat dalam membangun ekosistem pinjaman online yang aman dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa asas kepastian hukum memainkan peran vital dalam memberikan perlindungan kepada konsumen pinjaman online di Indonesia. Hal ini tercermin dari beberapa aspek kunci sebagai berikut:
Pesatnya pertumbuhan industri pinjaman online, yang ditandai dengan keberadaan 358 platform legal dan masih banyaknya platform ilegal, menunjukkan urgensi penerapan asas kepastian hukum yang komprehensif. Fenomena ini membutuhkan kerangka regulasi yang kuat untuk melindungi kepentingan konsumen dari berbagai praktik predatori dan penyalahgunaan data.
Implementasi asas kepastian hukum harus mencakup tiga pilar utama: regulasi yang jelas, pengawasan yang efektif, dan standardisasi praktik bisnis yang bertanggung jawab. Ketiga elemen ini saling terkait dan membentuk fondasi yang kokoh bagi perlindungan konsumen dalam ekosistem pinjaman online.
Tantangan dalam penegakan asas kepastian hukum semakin kompleks seiring dengan berkembangnya teknologi dan munculnya modus operandi baru dalam praktik pinjol ilegal. Hal ini menggarisbawahi pentingnya adaptasi regulasi yang dinamis dan responsif terhadap perubahan landscape industri fintech.
Peningkatan literasi digital dan kesadaran hukum masyarakat menjadi komponen yang tidak terpisahkan dalam memperkuat implementasi asas kepastian hukum. Edukasi dan sosialisasi yang berkelanjutan diperlukan untuk membangun pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen pinjaman online.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa asas kepastian hukum bukan hanya sekadar instrumen regulasi, tetapi merupakan kunci utama dalam menciptakan ekosistem pinjaman online yang sehat, aman dan berkelanjutan di Indonesia. Keberhasilan implementasinya membutuhkan kolaborasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari regulator, pelaku industri, hingga masyarakat sebagai konsumen.
***
*) Opini Ditulis oleh Saniel, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Palangka Raya.
*) Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab Dinamika Pos.
*) Rubrik opini di Dinamika Pos terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.
*) Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.