DINAMIKAPOS.COM, OPINI – Bali sebagai salah satu destinasi wisata terkemuka di dunia memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang kaya. Salah satu filosofi yang mendasari kehidupan masyarakat Bali adalah Tri Hita Karana, yang berarti “tiga penyebab kebahagiaan”. Konsep ini mencakup hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), manusia dengan sesama (Pawongan), dan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Dalam konteks manajemen keuangan, penerapan Tri Hita Karana dapat menjadi landasan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat Bali.
Aspek Parahyangan menekankan pentingnya hubungan spiritual antara masyarakat dengan Tuhan. Dalam pengelolaan keuangan, hal ini berarti bahwa setiap alokasi dan penggunaan dana harus mempertimbangkan nilai-nilai spiritual dan etika. Misalnya, dana yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur harus mencerminkan rasa syukur kepada Tuhan dan tidak merugikan lingkungan.
Selanjutnya, Pawongan menggarisbawahi pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan keuangan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Misalnya, desa-desa adat di Bali sering melibatkan warga dalam musyawarah untuk menentukan prioritas penggunaan anggaran desa, sehingga semua pihak merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan.
Aspek Palemahan berfokus pada hubungan manusia dengan lingkungan. Pengelolaan keuangan yang baik harus mempertimbangkan dampak lingkungan dari setiap proyek yang didanai. Misalnya, proyek pembangunan harus dilakukan dengan memperhatikan kelestarian alam dan budaya setempat, sehingga tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem.
Meskipun konsep Tri Hita Karana memberikan landasan yang kuat untuk manajemen keuangan, ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerapannya seperti kurangnya kesadaran dalam arti tidak semua anggota masyarakat memahami pentingnya Tri Hita Karana dalam pengelolaan keuangan serta keterbatasan kompetensi dalam manajemen keuangan dapat menghambat implementasi prinsip-prinsip Tri Hita Karana. Terkadang, kebijakan pemerintah yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai lokal dapat mengganggu penerapan Tri Hita Karana.
Namun demikian, manajemen finance berbasis Tri Hita Karana dapat menjadi solusi untuk memperkuat Bali Ajeg melalui pengelolaan keuangan yang berkelanjutan dan beretika. Penerapan prinsip-prinsip ini tidak hanya mendukung pembangunan ekonomi tetapi juga menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat serta kompetensi sumber daya manusia, Bali dapat mencapai tujuan pembangunan yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai lokal.
***
Opini Ditulis oleh Kadek Ayu Sinta Wijayantini, Mahasiswi Magister Akuntansi 2024 Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA)