DINAMIKAPOS.COM, OPINI – Tri Hita Karana, filosofi hidup masyarakat Bali, menawarkan kerangka yang holistik untuk menciptakan keberlanjutan. Filosofi ini terdiri dari tiga elemen utama yaitu Parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan antar manusia), dan Palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan). Ketiga elemen ini saling terkait dan memberikan dasar kuat untuk menciptakan bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial dan ramah lingkungan.
1. Parahyangan: Spiritualitas dalam Bisnis
Parahyangan menekankan pentingnya nilai-nilai spiritual dalam kehidupan, termasuk dalam dunia bisnis. Dalam praktiknya, pelaku bisnis dapat:
Mengintegrasikan nilai moral dan etika dalam setiap pengambilan keputusan.
Mendorong praktik spiritual, seperti doa bersama sebelum memulai aktivitas kerja, untuk menciptakan suasana kerja yang positif dan meningkatkan moral karyawan.
Melakukan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang mendukung pelestarian budaya dan program berbasis komunitas.
2. Pawongan: Hubungan Sosial yang Harmoni.
Pawongan menyoroti pentingnya hubungan antar manusia, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Implementasinya meliputi:
Membangun lingkungan kerja yang inklusif dan kolaboratif, di mana setiap individu merasa dihargai dan memiliki kesempatan untuk berkontribusi.
Menjalin hubungan yang erat dengan komunitas lokal untuk menciptakan sinergi antara bisnis dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan reputasi perusahaan.
3. Palemahan: Pelestarian Lingkungan
Palemahan berfokus pada hubungan harmonis antara manusia dan alam. Dalam konteks bisnis, aspek ini dapat diterapkan melalui:
Adopsi teknologi hijau dan praktik berkelanjutan, seperti pengelolaan limbah, penggunaan energi terbarukan, dan konservasi sumber daya alam.
Edukasi karyawan dan pelanggan mengenai pentingnya pelestarian lingkungan untuk mendorong partisipasi aktif dalam menjaga ekosistem.
Kolaborasi dengan komunitas lokal dalam menjaga ekosistem, seperti budidaya rumput laut dan program konservasi lingkungan.
Aplikasi dalam Dunia Industri
Industri perhotelan di Bali telah menjadi contoh penerapan Tri Hita Karana dengan mengintegrasikan praktik ramah lingkungan dan pelestarian budaya lokal. Hotel-hotel dapat mengurangi jejak karbon melalui efisiensi energi, mendukung komunitas lokal melalui program kerja sama budaya, dan memberikan pengalaman wisata yang mendalam kepada pengunjung.
Tantangan dalam Penerapan
Meski menawarkan banyak manfaat, implementasi Tri Hita Karana menghadapi beberapa tantangan, seperti:
Modernisasi dan globalisasi yang dapat mengancam nilai-nilai tradisional. Solusinya adalah menyesuaikan nilai-nilai ini agar tetap relevan di era modern.
Kurangnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan di kalangan pelaku bisnis. Edukasi dan sosialisasi diperlukan untuk mendorong adopsi nilai-nilai ini secara lebih luas.
Kesimpulan
Menerapkan Tri Hita Karana dalam bisnis bukan hanya sebuah pilihan, melainkan keharusan untuk mencapai masa depan yang lebih berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual, sosial, dan lingkungan, pelaku bisnis dapat menciptakan keseimbangan yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup, baik bagi perusahaan, masyarakat, maupun lingkungan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal menjadi kunci dalam mewujudkan visi keberlanjutan yang holistik, tidak hanya di Bali tetapi juga di seluruh dunia.
***
Opini Ditulis oleh Afrizal Ahmad Abrar, S.E., Mahasiswa Magister Akuntansi 2024, Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA)