DINAMIKAPOS.COM, Opini – Dunia keuangan saat ini tengah mengalami transformasi besar-besaran. Digitalisasi dan teknologi finansial (fintech) menjadi motor penggerak utama perubahan ini, menjadikan sektor keuangan yang dulunya tradisional lebih modern, terbuka, dan cepat. Perubahan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi juga mulai menjangkau negara berkembang. Kehadiran mata uang kripto dan platform investasi digital semakin mempertegas bahwa inovasi kini mendominasi cara kita mengelola keuangan.

Di Asia Tenggara, transformasi digital di sektor keuangan terlihat semakin pesat. Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina menunjukkan adopsi teknologi fintech yang signifikan. Di Indonesia, penggunaan dompet elektronik seperti OVO, DANA, dan GoPay semakin meluas, memungkinkan masyarakat untuk melakukan pembayaran, transfer uang, hingga investasi dengan mudah dari rumah. Fintech menjadi solusi praktis yang menjembatani masyarakat dengan layanan keuangan, memberikan peluang bagi mereka yang sebelumnya terhambat akses ke lembaga keuangan tradisional.

Menurut studi dalam Journal of Financial Technology (2023), penggunaan fintech di negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Vietnam meningkat pesat. Di Indonesia, sekitar 70% pengguna telah mengakses layanan keuangan digital, seperti pembayaran online dan platform pinjaman peer-to-peer (P2P). Hal ini menunjukkan bahwa fintech membuka akses keuangan bagi masyarakat yang selama ini sulit dijangkau layanan konvensional (Haryanto & Widodo, 2023).

Pandemi COVID-19 menjadi katalis percepatan adopsi fintech di Indonesia. Pemerintah melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong sistem pembayaran digital untuk mendukung ekonomi digital. Fintech kini menjadi solusi bagi masyarakat yang kesulitan mengakses layanan perbankan tradisional. Selain itu, layanan P2P lending seperti KoinWorks dan Modalku memberikan peluang pembiayaan bagi UMKM yang selama ini kesulitan mendapatkan kredit dari bank konvensional.

Namun, perkembangan fintech tidak lepas dari tantangan. Regulasi yang belum matang dan ancaman keamanan data menjadi perhatian utama. Pemerintah Indonesia melalui OJK terus memperkuat pengawasan sektor fintech, tetapi kepercayaan masyarakat masih rentan terhadap isu seperti pencurian data dan kejahatan siber. Selain itu, kesenjangan digital juga menjadi hambatan. Tidak semua masyarakat memiliki akses internet atau perangkat memadai untuk memanfaatkan layanan fintech, menciptakan kesenjangan antara yang “melek digital” dan yang belum terjangkau teknologi.

Ke depan, regulasi yang tepat, perlindungan data pribadi, dan peningkatan inklusi digital menjadi kunci keberhasilan transformasi ini. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku fintech, dan masyarakat diperlukan untuk memastikan manfaat inovasi ini dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat. Jika tantangan ini dapat diatasi, digitalisasi dan fintech memiliki potensi besar untuk menjadi pilar utama dalam membentuk masa depan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

 

 

***

Artikel Opini Ditulis oleh Marcha Febrilia Prihantini, Mahasiswi Program Studi D4 Perbankan dan Keuangan, Universitas Airlangga Surabaya.