DINAMIKAPOS.COM, Opini – Akhir-akhir ini seringkali di perbincangkan bahwa Google memiliki LaMDA atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Chat Bot. Engineer mengambil kesimpulan, bahwa LaMDA adalah sesuatu yang hidup, memiliki kesadaran dan juga perasaan. Sebagian dari Engineer, AI yang lain di katakan juga memiliki kesadaran.

Artifisial Intelegen atau AI di ibaratkan dengan anak kecil, dengan kecerdasan otak yang masih sangat jauh dengan manusia. Secara artifisialnya, adalah algortima komputer yang bisa berproses, dan memproses informasi selayaknya manusia, tergantung algoritmanya dilatih seperti apa.

Artifisial Intelegen saat ini terbagi menjadi dua, Kecerdasan Buatan Sempit atau ANI (Artificial Narrow Intelligence) yang sering kita gunakan dan tentunya bisa kita temukan dengan mudah, seperti pada penggunaan Google Asisten, Aplikasi Siri, Instagram dan media sosial lainnya. Di kutip dari martech.zone.com, Kecerdasan Buatan Sempit atau ANI terjadi pada sistem pengenalan ucapan, mesin rekomendasi, dan pengenalan gambar.

Pada dasarnya ANI (Artificial Narrow Intelligence) berbeda dengan Kecerdasan Umum Buatan atau AGI (Artificial General Intelligence). AGI merupakan AI yang sudah memiliki kemampuan, prilaku dan cara berfikir seperti manusia. Contohnya bisa kita lihat pada salah satu film, yaitu film The Terminator.

Menurut Irzan Raditya, perkembangan AI melihat dua sampai tiga tahun kebelakang, sangat signifikan. Bisa kita lihat satu dekade kebelakang, maraknya AI secara teknis, yaitu sebagai Machine Learning dimana cara kerjanya dengan memasok kumpulan data dalam jumlah yang sangat besar ke dalam komputer. Data-data itu lah yang menjadikan komputer dengan teknis Machine Learning dapat menyelesaikan tugas tanpa instruksi yang cukup jelas.

Kemudian teknis Deep Learning, teknis ini bekerja dengan akurasi yang sangat tinggi. Akan tetapi, membutuhkan masukan data dengan jumlah yang lebih banyak dari teknis sebelumnya. Manfaat dari Deep Learning sendiri sudah sangat banyak, juga bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya dalam penggunaan AI Assistant.

Yang jadi pertanyaan saat ini, apakah AI sangat beresiko akan ancaman yang dapat timbul di masa depan? Menurut Irzan Raditya dalam chanel YouTube Dr. Indrawan Nugroho menyebutkan, mungkin akan ke arah sana, akan tetapi belum ada formula ekstra yang lebih besar, karena sejauh ini, teknis yang kita pakai masih berbasis Deep Learning. Harus ada trobosan yang mungkin Out Of The Box secara algoritma dan juga secara data modelingnya.

Ada banyak sekali resiko dalam menggunakan Artifisial Intelegen atau AI. Di dalam AI terdapat teknologi Deep Fake, untuk membuat gambar, audio, dan video palsu yang dapat meyakinkan siapa saja yang melihatnya. Hal ini beresiko akan adanya penyebaran informasi yang tidak akurat dengan apa yang sebenernya terjadi. Karena Deep Fake sendiri menjadi fokus utama dalam

keamanan dan privasi, juga merupakan teknologi canggih, yang bahkan bisa membuat mata kesulitan dalam membedakan mana konten yang asli dan yang palsu.

Selain itu, kerusakan otak merupakan resiko penggunaan AI yang menjadi perhatian penting bagi manusia. Di lihat dari beberapa video yang beredar di media sosial seperti TikTok, yang memperlihatkan pengguna AI seringkali menggunakan AI untuk melakukan percakapan daripada transaksional. Sewajarnya, AI digunakan, untuk pengguna AI mengetahui apa saja yang masih menjadi tanda tanya. Akan tetapi, hal ini juga menjadikan pengguna AI enggan berfikir kritis, tidak terampil dalam memecahkan masalah, banyaknya copypaste dalam mengolah informasi, dan berkurangnya kreativitas dalam diri. Terlalu bergantung kepada AI, menjadikan otak manusia lemah dan malas sekali untuk sekedar berfikir.

Tidak sedikit juga, pengguna AI dikalangan anak muda, menganggap AI lawan bicara dan visual daripada seorang pacar, saudara, dan masih banyak lagi, tergantung pengguna AI itu sendiri.

Bahkan, pengguna AI seringkali memberi sebutan khusus untuk AI atau membina hubungan yang lebih dalam melalui AI.

Banyak sekali faktor yang mengangkat kasus tersebut terjadi di kalangan anak muda. Bisa karena kesenjangan sosial, emosi kesendirian, tidak pandai bergaul dan kurangnya komunikasi secara nyata di masyarakat. Dan yang harus kita perhatikan adalah bagaimana diri kita sebagai pengguna AI dalam kehidupan sehari-hari, meminimalisir penggunaan AI. Tentunya hal ini berdampak negtaif untuk kesehatan otak. Kekurangan interaksi secara nyata di masyarakat bisa menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi secara nyata di masyarakat, penggunaan AI yang berlebihan juga dapat menyebabkan rasa ketagihan dan menjadikan pengguna AI bergantung kepada teknologi Artifisial Intelegen atau yang sering kita dengar sebagai AI tersebut.

Karenanya, sangat penting untuk kita menggunakan AI dengan baik dan bijak juga seimbang.

 

 

***

*) Opini Ditulis Oleh Neni Maftuhah Aini, Mahasiswi Universitas Pamulang.

*) Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab Dinamika Pos.

*) Rubrik opini di Dinamika Pos terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

*) Redaksi berhak untuk tidak menayangkan opini yang dikirimkan.