DINAMIKAPOS.COM – Peluncuran Brigade Pangan (BP) oleh Kementerian Pertanian diharapkan menjadi langkah strategis dalam mewujudkan swasembada pangan. Namun, implementasi program ini tidak berjalan tanpa hambatan. Berbagai tantangan muncul, mulai dari aspek kelembagaan hingga teknis operasional di lapangan.

Salah satu isu utama yang mencuat adalah kelembagaan BP yang dianggap prematur. Keberadaan kelompok tani dan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang lebih dahulu eksis dengan pengalaman matang menjadi bahan perbandingan. Brigade Pangan yang baru dibentuk menghadapi tantangan dalam mengelola alat mesin pertanian (alsintan) secara efektif. Kurangnya kesiapan administrasi dan pencatatan keuangan juga menjadi sorotan, sementara pembagian alat yang belum merata memicu kecemburuan sosial di kalangan petani.

Di sinilah peran strategis aparat desa dan penyuluh pertanian sangat diperlukan untuk meredam potensi konflik dan mendorong kerja sama antarpetani. Sosialisasi yang kurang optimal semakin memperumit situasi, mengakibatkan kebingungan di masyarakat terkait mekanisme dan manfaat program ini. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten dalam mengelola alsintan dan administrasi keuangan semakin memperberat tantangan yang dihadapi BP.

Tidak hanya itu, hambatan infrastruktur seperti jalan dan irigasi yang kurang memadai turut menghambat efektivitas program ini. Perubahan iklim yang tidak menentu juga meningkatkan risiko gagal panen, sementara pendataan penerima bantuan yang tidak akurat berpotensi menimbulkan ketimpangan serta kecemburuan sosial di tingkat lokal.

Untuk memastikan keberhasilan Brigade Pangan, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan terkoordinasi. Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi secara masif dan tepat sasaran agar masyarakat memiliki pemahaman yang jelas mengenai program ini. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendampingan berkelanjutan harus menjadi prioritas agar pengelolaan alsintan dan administrasi keuangan dapat berjalan dengan baik.

Selain itu, investasi dalam infrastruktur pertanian menjadi langkah krusial guna mendukung operasional Brigade Pangan. Perbaikan jalan dan sistem irigasi harus diutamakan agar distribusi alat dan hasil pertanian lebih efektif. Dalam menghadapi risiko perubahan iklim, penerapan teknologi pertanian adaptif serta penguatan asuransi pertanian harus diperluas guna memberikan perlindungan bagi petani.

Brigade Pangan bukan sekadar program bantuan sesaat, melainkan investasi jangka panjang dalam ketahanan pangan nasional. Dengan integrasi pemberdayaan petani, pemanfaatan teknologi, serta sinergi lintas sektor, program ini berpotensi menjadi motor penggerak pembangunan pertanian yang inklusif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, keberlanjutan kebijakan, mulai dari akses modal, pelatihan, hingga jaminan pasar, harus dipastikan agar Brigade Pangan benar-benar mampu membawa perubahan positif bagi petani dan ketahanan pangan Indonesia.

 

Penulis: Hasan Azhari